Minggu, 28 Desember 2014

PENILAIAN KINERJA SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN
Penilaian kinerja baik kinerja guru, kepala sekolah, dan staf (tenaga administrasi sekolah) merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah/madrasah. Kompetensi tersebut termasuk dalam dimensi kompetensi evaluasi pendidikan. Kinerja kepala sekolah dapat diukur dari tiga aspek yaitu (a): perilaku dalam melaksanakan tugas yakni perilaku kepala sekolah pada saat melaksanakan fungsi-fungsi manajerial, (b) cara melaksanakan tugas dalam mencapai hasil kerja yang tercermin dalam komitmen dirinya sebagai refleksi dari kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang dimilikinya, dan (c) dari hasil pekerjaannya yang tercermin dalam perubahan kinerja sekolah yang dipimpinnya.
Banyak hasil-hasil studi yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang terdapat yang terdapat dalam setiap organisasi merupakan faktir yang berhubungan dengan produktivitas dan efektivitas organisasi. Sutermeister (1985:44) mengemukakan ada beberapa faktor determinan terhadap produktivitas kerja antara lain iklim kepemimpinan (leadership climate), tipe kepemimpinan (type of leadership), dan pemimpin (leaders).
Sager (1985:12) mengemukakan enem faktor lain yang turut menentukan tingkat produktivitas, yaitu pendidikan, teknologi, tata nilai, iklim kerja, derajat kesehatan, dan tingkat upah minimal. Dari keenam faktor tersebut, yang mengendung produktivitas tenaga kerja, secara eksplisit, dalam iklim kerja, diuraikan pentingnya kepemimpinan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai untuk meningkatkan produktivitas kerja demi mencapai tujuan.[1]   












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Penilaian Kinerja Sekolah
Secara umum pengertian kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitiatif  yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan indikator masukan, proses, dan output.  Selanjutnya ahli lain mengatakan bahwa kinerja adalah kombinasi atau perpaduan antara motivasi yang ada pada diri seseorang dan kemampuannya melaksanakan suatu pekerjaan. (Fielmen, 1999). Dalam kaitan dengan kelembagaan termasuk sekolahtersebut dalam kerjanya, kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seluruh warga sekolah di lembaga dengan wewenang dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan kelembagaan (sekolah).[2]
Kinerja diartikan sebagai tingkat atau derajat pelaksanaan tugas seseorang atas dasar kompetensi yang dimilikinya. Istilah kinerja tidak dapat dipisahkan dengan bekerja karena kinerja merupakan hasil dari proses bekerja. Dalam konteks tersebut maka kinerja adalah hasil kerja dalam mencapai suatu tujuan atau persyaratan pekerjaan yang telah ditetapkan[3]
Produktivitas sekolah bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas unjuk kerja juga penting dikerjakan, seperti diungkapkan Laeham dan Wexley (1992: 2), bahwa: ”...performance appraisals are crucial to the efectivity management of an organization’s human resources, and the proper management ofhuman resources is a critical variable afecting an organization’s productivity”
Produktivitas individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya, yakni bagaimana ia melakukan pekerjaan atau unjuk kerjanya. Dalam hal ini, produktivitas dapat dtinjau berdasarkan tingkatannya dengan tolak ukur masing-masing, yang dapat dilihat dari kinerja tenaga kependidikan. Kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja, atau unjuk kerja (LAN, 1997: 3). Selanjutnya dengan itu, Smith (1982: 393), manyatakan bahwa kinerja adalah ”...output drive from processes, human or otherwise”, jadi kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses.[4]
Dalam mewujudkan profesionalisme guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan tenaga kependidikan lainnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengelola kebijakan mengenai penilaian kinerja pengawas sekolah, penilaian kinerja guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah.[5]
B.     Konsep Dasar Penilaian Kinerja atau Performansi
Konsep dasar penilaian kinerja atau prerformansi adalah Sesuai dengan permendiknas no 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Seklolah / Madrasah dan Permendiknas no 28 tahun 2010 Penugasan guru sebagai Kepala Sekolah/madrasah,  Pasal 12 menyatakan bahwa: (1) Penilaian  kinerja  kepala  sekolah/madrasah  dilakukan  secara  berkala  setiap tahun dan secara kumulatif setiap empat tahun; (2) Penilaian kinerja tahunan dilaksanakan oleh pengawas sekolah/madrasah; (3) Penilaian kinerja empat tahunan dilaksanakan oleh atasan langsung dengan mempertimbangkan penilaian kinerja oleh tim penilai yang terdiri dari pengawas sekolah/madrasah,  pendidik,  tenaga kependidikan, dan komite sekolah/madrasah   dari tempatnya bertugas; (4) Hasil  penilaian kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik, baik, cukup, sedang atau kurang.[6]
Penilaian kinerja kepala sekolah adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data tentang kualitas pekerjaan kepala sekolah dalam melaksanakan tugas pokoknya. Kinerja kepala sekolah adalah hasil kerja yang dicapai kepala sekolah dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggungjawabnya dalam mengelola sekolah yang dipimpinnya. Hasil kerja tersebut merupakan refleksi dari kompetensi yang dimilikinya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kinerja kepala sekolah ditunjukkan dengan hasil kerja dalam bentuk konkrit, dapat diamati, dan dapat diukur baik kualitas maupun kuantitasnya. Kinerja kepala sekolah diukur dari tiga aspek yaitu: (a) perilaku dalam melaksanakan tugas yakni perilaku kepala sekolah pada saat melaksanakan fungsi-fungsi manajerial, (b) cara melaksanakan tugas dalam mencapai hasil kerja yang tercermin dalam komitmen dirinya sebagai refleksi dari kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang dimilikinya, dan (c) hasil dari pekerjaannya yang tercermin dalam perubahan kinerja sekolah yang dipimpinnya. Ketiga aspek di atas menjadi ranah dari penilaian kinerja kepala sekolah.[7]
Seorang kepala sekolah hendaknya memahami betul apa yang menjadi tugas atau perannya di sekolah. Jika kepala sekolah mampu memahami tugas dan peran sebagai kepala sekolah, ia akan mudah menjalankan tugasnya, terutama berkenaan dengan manajemen sekolah yang akan dikembangkannya. Kinerja kepala sekolah dapat dipahami sebagai upaya yang harus dilakukan seorang kepala sekolah, baik itu kepala sekolah pada jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan jenjang sekolah menengah atas atau kejuruan. Kinerja itu sendiri pada dasarnya merupakan perwujudan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang selaras dengan visi dan misi masing-masing satuan atau jenjang pendidikan berdasarkan kompetensi dasar kepala sekolah.[8]
C.    Tujuan Penilaian Kinerja Kepala Sekolah
Penilaian kinerja kepala sekolah bertujuan untuk:
Memperoleh data tentang pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajerial dan supervisi/pengawasan pada sekolah yang dipimpinnya. Memperoleh data hasil pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai peminpin sekolah. Menentukan kualitas kerja kepala sekolah sebagai dasar dalam promosi dan penghargaan yang diberikan kepadanya. Menentukan program peningkatan kemampuan profesional kepala sekolah dalam konteks peningkatan mutu pendidikan pada sekolah yang dipimpinnya.
Menentukan program umpan balik bagi peningkatan dan pengembangan diri dan karyanya dalam konteks pengembangan karir dan profesinya. Hasil penilaian kinerja akan bermanfaat bagi kepala dinas pendidikan dalam menentukan promosi, penghargaan, mutasi dan pembinaan lebih lanjut.[9]
D.    Penilaian Kinerja Sekolah Menggunakan Penelitian Tindakan
Untuk melaksanakan penilaian tenaga kependidikan biasanya lebih difokuskan pada prestasi individu, dan peran sertanya dalam kegiatan sekolah. Penilaian ini tidak hanya penting bagi sekolah, tetapi juga bagi tenaga kependidikan yang bersangkutan. Bagi para tenaga kependidikan, penilaian berguna sebagai umpan balik (feedback) terhadap berbagai hal, seperti kemempuan, keletihan, kekurangan, dan potensi yang bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana, dan pengembangan karir. Bagi sekolah hasil penilaian prestasi kerja tenaga kependidikan sangat penting dalam mengambil keputusan berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program sekolah, penerimaan, pemilihan, pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan, dan aspek lain dari keseluruhan proses pengembangan sumber daya manusia secara keluruhan.
Selain dapat digunakan sebagai standar dalam penentuan tinggi rendahnya kompensasi serta administrasi bagi tenaga kependidikan, penilaian tenaga kependidikan dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
a.       Sumber data untuk perencanaan tenaga kependidikan, dan kegiatan pengembangan jangka penjang bagi pendidikan nasional.
b.      Nasihat yang pelru disampaikan kepada para tenaga kependidikan dalam suatu lembaga pendidikan.
c.       Alat utuk memberikan umpan balik (feedback) yang mendorong ke arah  kemajuan, dan kemungkinan meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kependidikan.
d.      Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dati tenaga kependidikan.
e.       Bahan informasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tenaga kepandidikan, baik perencanaan, promosi, mutasi, maupun kegiatan lainnya.[10]
Untuk penilaian kinerja seorang guru adalah memerlukan:
1.      Indikator-Indikator Kinerja Guru
Menilai kinerja guru dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi: (1). Unjuk kerja, (2). Penguasaan materi, (3). Penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4). Penguasaan cara-cara penyesuaian diri dan, (5). Kepribadian untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Kelima indikator tersebut merupakan input bagi seorang penillai dalam melakukan evaluasi kinerja guru.
Guru juga memiliki tanggung jawab yang secara garis besar dapat dikelompokkan, yaitu: (1). Guru sebagai pengajar, (2). Guru sebagai pembimbing, (3). Guru sebagai adminisetrator kelas.[11]
Dari deskripsi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa indikatorkinerja guru meliputi antara lain:
a.       Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar
b.      Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa
c.       Penguasaan metode dan strategi mengajar
d.      Pemberian tugas-tugas kepada siswa
e.       Kemampuan mengelolaan kelas
f.       Kemampuan melakuakn penilaian dan evaluasi[12]
2.      Faktor-Faktoanr yang Mempengaruhi Kinerja Guru
a.       Kepribadian dan Dedikasi
Setiap guru memiliki kepribadian masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah abstrak dan hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adlah keseluruhan dari individu yang terdiri atas unsur psikis dan fisik, artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakam suatu gambaran dari kepribadian orang lain, dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh pepribadiannya. 

b.      Pengembangan Profesi
Syaiful sagala mendifenisikan profisi segala sikap yang bijaksana (informend responsiveness), yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandsi oleh keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap dan diiringi sikap kepribadian tertentu.[13] Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, serta ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu, ia juga dituntut dapat mempertanggungjawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi.
c.       Kemampuan Mengajar
Amir Daien Indrakusuma menyatakan bahwa sosok guru yang ideal harus mempunyai beberapa kompetensi sebagai berikut:
1.      Persyaratan jasmani dan ruhani
2.      Persyaratan pengetahuan pendidikan. Pengetahuan tentng guna membentuk profisi guru meliputi:
a.       Pengetahuan tentang pendidikan, yang meliputi ilmu pendidikan teoretis dan ilmu sejarah pendidikan
b.      Pengetahuan psikologi, yang meliputi: psikologi umum, psikologi anak/perkembangan, dan psikologi pendidikan.
c.       Pengetahuan tentang kurikulum
d.      Pengetahuan tentang metode mengajar
e.       Pengetahuan tentang dasar dan tujuan pendidikan
f.       Pengetahuan tentang moral, niali-nilai dan norma-norma.[14]
3.      Persyaratan kepribadian, artinya seorang guru harus mempunyai moral yang baik karena guru merupakan pendukung moral yang baik.
d.      Hubungan dengan Masyarakat
Hubuangan sekolah dengan masyarakat menurut Suryosubroto, adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dengan masyarakat untuk meningkatkan pengertian masyarakat tentang kebutuhan serta kegiatan pendidikan serta mendorong minat dan kerja sama untuk masyarakat dalam peningkatan dan pengembangan sekolah.[15]
Tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat berdasarkan dimensi kepentingan sekolah antara lain: (1). Memelihara kelangsungan hidup sekolah, (2). Meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, (3). Memperlancar kegiatan belajar mengajar, (4). Memperoleh bantuan dan dukungan dari masyarakat dalam rangka pengembangan dan pelaksanaan program-program sekolah. Sedangkan tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat berdasarkan kebutuhan masyarakat antara lain: (1). Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (2). Memperoleh kemajuan sekolah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, (3). Menjamin relevansi program sekolah dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, (4). Memperoleh kembali anggota-anggota masyarakat yang terampil dan makin meningkatkan kemampuannya.[16]
Dalam melaksanakan hubungan sekolah-masyarakat perlu dianut beberapa prinsip sebagai pedoman dan arah bagi guru dan kepala sekolah agar mencapai sasaran yang diinginka. Prinsip-prisip hubungan yaitu: (1). Prinsip otoritas, yaitu hubungan yang harus dilakukan oleh orang yang mempunyai otoritas karena pengatahuan dan tanggung jawabnya dalam penyelanggaraan sekolah, (2). Prinsip kesedarhanaan, program-program hubungan sekolah masyarakat harus sedarhana dan jelas, (3). Prinsip sensitivitas, yaitu dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan masyarakat, (4). Prinsip kejujuran apa yang disampaikan kepada masyarakat haruslah sesuatu apa adanya dan disampaikan secara jujur, (5). Prinsip ketepatan apa yang disampaikan sekolah kepada masyarakat harus tepat, baik dilihat dari isi, waktu,  media yang digunakan, serta tujuan yang akan dicapai.[17]
3.Implekasi Kepemimpinan Pendidikan Terhadap Mutu Pendidikan
Sejalan dengan tentangan kehidupan global, pendidikan merupakan sesuatu urgen karena pendidikan merupakan salah satu penentu mutu sumber daya manusia (SDM). Dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, tetapi pada keunggulan sumber daya manusia, artinya mutu sumber daya manusia berkorelasi positif dengan mutu pendidikan yang eksis di tengah bangsa tersebut. Dengan demikian mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kualitas terjamin, memenuhi syrat, dan komponen-komponen yang terdapat dalam pendidikan itu sendiri sesuai dengan need of user education. Komponen-komponen tersebut adalah masukan (input), proses (process), keluaran (output), tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.[18]
Mutu pendidikan tercapai apabila mesukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana, serta biaya telah memenuhi Standar Pendidikan Nasional (SPN). Diantara komponen tersebut menurut Suharsimi Arikunto, yang paling utama dalam konteks pembelajaran adalah guru.[19]
Secara terperinci kinerja kepala sekolah sebagai berikut:
1.      Kinerja Kepala Sekolah Pada Pengelolaan Sekolah
Pada setuasi ini kingnerja kepala sekolah terfokus pada pekerjaan struktural dengan mengabaikan aspek-aspek lainnya dalam pengelolaan sekolah. Pada aspek keterampilan kecerdasan emosional. Kepala sekolah menggunakan kemampuan kecerdasan emosionalnya untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam pengelolaan sekolah atas dasar kebijakan, pengaturan, dan intruksi sehingga aspek nilai dan keyakinan, esensi yang digunakan kepala sekolah.
2.      Kinerja Kepala Sekolah pada Jalur Struktural
Kepala sekolah beranggapan, tugas dan tanggung jawabnya adalah melaksanakan aturan, kebijakan, dan intruksi secara struktural dalam melaksanakan pengelolaan sekolah. kepala sekolah menggunakan daya dan kepekaan emosinya pada aspek kemampuan kecerdasan emosional-terkonsentrasi untuk penyelesaian tugas-tugas formal yang terstruktur. Nilai-nilai dan keyakinan kepala sekolah dalam mengelola sekolahnya adalah kebijakan, peraturan, dan instruksi. 
3.      Kinerja Kepala Sekolah Terhadap Lingkungan
Kepala sekolah tidak peduli dengan maslah lingkungan di luar sekolah, kecuali yang berkaitan dengan dunia usaha atau industri yang terkait dengan lingkungan berdasarkan kebijakan untuk keperluan siswa praktik.[20]
Penilaian kinerja kepala sekolah sebagaimana dikemukakan di atas tidak hanya berkisar pada aspek karakter individu melainkan juga pada hal-hal yang menunjukkan proses dan hasil kerja yang dicapainya seperti kualitas, kuantitas hasil kerja, ketepatan waktu kerja, dan sebagainya. Apa yang terjadi dan dikerjakan kepala sekolah merupakan sebuah proses pengolahan input menjadi output tertentu. Atas dasar itu terdapat tiga komponen penilaian kinerja kepala sekolah yakni:
1.      Penilaian input, yaitu kemampuan atau kompetensi yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya. Orientasi penilaian difokuskan pada karakteristik individu sebagai objek penilaian dalam hal ini adalah komitmen kepala sekolah terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Komitmen tersebut merupakan refleksi dari kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial kepala sekolah.
2.      Penilaian proses, yaitu penilaian terhadap prosedur pelaksanaan pekerjaan. Orientasi pada proses difokuskan kepada perilaku kepala sekolah dalam melaksanakan tugas pokok fungsi dan dan tanggung jawabnya yakni melaksanakan fungsi manajerial dan fungsi supervisi pada sekolah yang dipimpinnya.
3.      Penlaian output, yaitu penilaian terhadap hasil kerja yang dicapai dari pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan tanggungjawabnya. Orientasi pada output dilihat dari perubahan kinerja sekolah terutama kinerja guru dan staf sekolah lain yang dipimpinnya.
Penekanan penilaian terhadap ketiga komponen di atas memungkinkan terjadinya penilaian kinerja yang obyektif dan komprehensif. Terkait ketiga komponen penilaian di atas terdapat lima prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan penilaian kinerja yaitu:
1.      Relevance, artinya aspek-aspek yang diukur dalam penilaian kinerja terkait dengan pekerjaanya baik input, proses, maupun outputnya (hasil kerja yang dicapai).
2.      Sensitivity, artinya sistem penilaian yang digunakan peka dalam membedakan antara kepala sekolah yang berprestasi tinggi dengan yang berprestasi rendah.
3.      Reliability, artinya alat dan sistem penilaian yang digunakan dapat diandalkan, dipercaya sebagai tolok ukur yang obyektif, akurat, dan konsisten.
4.      Acceptability, artinya sistem penilaian yang digunakan harus dapat dimengerti dan diterima oleh pihak penilai ataupun pihak yang dinilai dan memfasilitasi komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya.
5.      Practicality, artinya semua instrumen penilaian termasuk pengolahan dan analisis data hasil penilaian mudah digunakan.
Untuk memenuhi persyaratan tersebut, sistem penilaian kinerja setidaknya mempunyai dua elemen pokok yaitu: (a) spesifikasi tugas yang harus dikerjakan dan kriteria yang dapat memberikan penjelasan bagaimana kinerja yang baik (good performance), dan (b) adanya mekanisme untuk pengumpulan informasi dan pelaporan mengenai terpenuhi atau tidaknya perilaku yang terjadi dalam kenyataan dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan.
Secara komprehensif, proses penilaian kinerja kepala sekolah sekolah mencakup: (a) penetapan standar atau kriteria kinerja, (b) membandingkan kinerja aktual dengan standar tersebut, dan (c) memberikan umpan balik dari hasil penilaian untuk meningkatkan kinerjanya.
Dalam upaya mendapatkan manfaat optimal penilaian kinerja kepala sekolah, paling tidak terdapat lima aspek yang dapat dijadikan ukuran penilaian yaitu:
1.      Quality of work – kualitas hasil kerja
2.      Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan
3.      Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan
4.      Capability – kemampuan menyelesaikan pekerjaan
5.      Comunication – kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain.
Dalam menilai kelima aspek kinerja di atas, perlu diperhatikan lima hal berikut ini:
1.      Penilaian kinerja harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan/tugas pokok dan fungsinya.
2.      Sistem penilaian kinerja benar-benar menilai perilaku atau hasil kerja yang mendukung kegiatan pengembangan mutu sekolah.
3.      Adanya standar minimal yang harus dicapai dalam pelaksanaan tugas secara rinci dan jelas. Standar pelaksanaan tugas adalah ukuran normatif yang dipakai untuk menilai kinerja tersebut.
4.      Penilaian kinerja akan berjalan dengan efektif apabila menggunakan instrumen yang valid dan reliabel. Valid artinya menilai apa yang seharusnya dinilai, reliabel artinya keajegan hasil penilaian.
5.      Prosedur penilaian kinerja dibuat secara sederhana sehingga mudah dipahami, dilaksanakan, diolah dan mudah digunakan.[21]
Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi social (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktek yang dilakukan sendiri. Terdapat dua esensi penelitian tindakan, yaitu perbaikan dan keterlibatan. Hal ini mengaahkan tujuan penelitian tindakan ke dalam tiga hal yaitu: (1). Untuk memperbaiki praktik, (2). Untuk pengembangan professional dalam arti meningkatkan pemahamam/kemampuan para praktisi terhadap praktik yang dilaksanakannya, (3). Untuk memperbaiki keadaan atau situasi di mana praktik tersebut dilaksanakan.
Penelitian tindakan bertujuan untuk mengungkap penyebab masalah dan sekaligus memberikan langkah pemecahan terhadap masalah. Langkah-langkah pokok yang ditempuh akan membentuk suatu siklus yaitu: (1). Penetapan focus masalah penelitian, (2). Perencanaan tindakan perbaikan, (3). Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi, (4). Analisis dan refleksi, (5). Perencanaan tindak lanjut.[22]
E.     Penegakan Disiplin Sekolah
Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.
Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan.
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi kedisiplinan.
1.      Diri sendiri
2.      Keluarga
3.      Pergaulan di Lingkungan
Manfaat kedisiplinan adalah membuat siswa menjadi lebih tertib dan teratur dalam menjalankan kehidupannya, serta siswa juga dapat mengerti bahwa kedisiplinan itu amat sangat penting bagi masa depannya kelak, karena dapat membangun kepribadian siswa yang kokoh dan bisa diharapkan berguna bagi semua pihak.
Dalam pelaksanaan disiplin, harus berdasarkand dari dalam diri siswa. Karena tanpa sikap kesadaran dari diri sendiri, maka apapun usaha yang dilakukan oleh orang di sekitarnya hanya akan sia-sia. Berikut ini adalah pelaksanaan kedisiplinan di lingkungan sekolah.
1.      Datang ke sekolah tepat waktu;
2.      Rajin belajar;
3.      Mentaati peraturan sekolah;
4.      Mengikuti uapacara dengan tertib;
5.      Mengumpulkan tugas yang diberikan guru tepat waktu
6.      Melakukan tugas piket sesuai jadwalnya;
7.      Memotong rambut jika kelihatan panjang;
8.      Selalu berdoa sebelum memulai pelajaran dan masih banyak lagi.[23]















BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kinerja diartikan sebagai tingkat atau derajat pelaksanaan tugas seseorang atas dasar kompetensi yang dimilikinya. Istilah kinerja tidak dapat dipisahkan dengan bekerja karena kinerja merupakan hasil dari proses bekerja. Dalam konteks tersebut maka kinerja adalah hasil kerja dalam mencapai suatu tujuan atau persyaratan pekerjaan yang telah ditetapkan.
Konsep dasar penilaian kinerja atau prerformansi adalah Sesuai dengan permendiknas no 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Seklolah / Madrasah dan Permendiknas no 28 tahun 2010 Penugasan guru sebagai Kepala Sekolah/madrasah,  Pasal 12 menyatakan bahwa: (1) Penilaian  kinerja  kepala  sekolah/madrasah  dilakukan  secara  berkala  setiap tahun dan secara kumulatif setiap empat tahun; (2) Penilaian kinerja tahunan dilaksanakan oleh pengawas sekolah/madrasah; (3) Penilaian kinerja empat tahunan dilaksanakan oleh atasan langsung dengan mempertimbangkan penilaian kinerja oleh tim penilai yang terdiri dari pengawas sekolah/madrasah,  pendidik,  tenaga kependidikan, dan komite sekolah/madrasah   dari tempatnya bertugas; (4) Hasil  penilaian kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik, baik, cukup, sedang atau kurang.




[1]Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi,(PT Remaja Rosdakarya 2009), h 117-118.
[2]educatededucator.files.wordpress.com/.../kinerja-sekol... ,dakses tgl 7 Mei 2014, Pukul 22:00 Wib.

[4]Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK,(PT. Remaja Rosdakarya Bandung 2005), h 135-136.

[8]Rusman, Manajemen Kurikulum,( PT Raja Grafindo Persada Jakarta 2009), h 9-10.
[10]Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional…h 157-158.
[11]Sudarwan Danim, Innovasi Pendidikan, (Bandung CV Pustaka Setia, 2002), H 89
[12]Abdul Wahab H.S & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, (Jogjakarta Ar-Ruzz Media, 2011), H 122.
[13]Syaiful Sagal, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung CV Alfabeta, 2008), H 195.
[14]Amier Daien Indrakusuma, Pengentar Ilmu Pendidikan: Sebuah tinjauan Teoritis Filosifis, (Surabaya Usaha Nasional, t. Th), H 171.

[15]B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, ( Jakarta PT. Renika Cipta  2004), H 154.
[16]E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, ( Bandung PT Remaja Rosdakarya, t. Th) H 50.

[17]Made Pidarta, Landasan Kepandidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia, (Jakarta PT Bina Rineka Cipta 1997), H 50.
[18]Darmaningtyas,dkk. Membongkar Ideologi Pendidikan : Jelajah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Lampiran: undang-Undang  Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta Ar-Ruzz, 2004), H 237.
[19]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Supervisi,(Jakarta PT Renika Cipta 2004), H 29.
[20]Rohiat, Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah, (PT Refika Aditama Bandung 2008), H 70-71.
[22]Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan bagi Pengembangan Profesi Pendidikan Tenaga Kependidikan,( Jakarta Pranada Media 2010), H 205.  

0 komentar:

Posting Komentar